Kamis, 02 April 2015

EKSISTENSI ISIS DAN PENYEBARANNYA


Mari kita bahas tentang ISIS yang kontroversial ini

Setiap orang di dunia pasti pernah mendengar kata ISIS. Ya, ISIS adalah persekutuan beberapa orang Iraq dan Syam dan beberapa orang dari seluruh dunia yang bergabung menjadi satu dan menghancurkan apa saja yang dianggap keluar dari pandangan hidup nya.

Nama ISIS (Islamic State in Iraq and al-Syam) tiba-tiba menjadi isu yang marak dibahas dalam konflik Suriah dan Irak. Tulisan ini, akan menganalisa secara ringkas beberapa hal penting terkait asal muasal dan perkembangan organisasi tersebut.

Hal pertama untuk mengkaji tema ini adalah tentang sejarah dan nama ISIS itu sendiri. Dalam bahasa Arab, ISIS atau Islamic State in Iraq and al-Syam merupakan terjemahan dari organisasi Ad-Daulah al-Islamiyah fi al-Iraq wa asy-Syam. Tapi, Associated Press dan AS menyebutnya sebagai Islamic State in Iraq and The Levant (ISIL).





Organisasi ini ada kaitannya dengan arus gerakan Salafiyah Jihadiyah yang menghimpun berbagai unsur berbeda untuk bertempur di Irak dan Suriah. Di medan tempur, mereka terbagi-bagi di bawah sejumlah front. Karena kondisi tersebut, dimunculkanlah nama organisasi yang menyebut istilah “Ad-Daulah Al-Islamiyah” (Islamic State). Nama ini sekaligus menjadi magnet yang menarik banyak pasukan dari berbagai daerah di medan perang untuk menyatakan kesetiaannya di bawah organisasi payung yang besar.



Seputar Pendirian dan Kepemimpinan
Organisasi Daulah Islamiyah awalnya terbagi dua. Yakni Daulah Islamiyah fil Iraq yang di media massa dikenal dengan nama “Daisy” yang disandarkan pada Kelompok Tauhid wal Jihad yang didirikan tokoh berkebangsaan Yordania, Abu Musa az-Zarqawi di Irak tahun 2004 paska invasi militer AS ke Irak.

Zarqawi pada tahun 2006 menyatakan kesetiaannya pada mantan pemimpin al-Qaeda, Osama bin Laden, dan meminta agar organisasinya menjadi bagian dari organisasi tersebut. Selanjutnya, pada tahun yang sama, dibentuk Dewan Syuro Mujahidin di bawah kepemimpinan Abdullah Rashed al-Baghdadi.

Tapi, az-Zarqawi akhirnya tewas dalam serangan AS pada pertengahan tahun 2006 dan kepemimpinan Daulah Islamiyah beralih ke Abu Hamza al-Mohajir. Hanya 4 tahun kemudian, tepatnya tanggal 19 April 2010, tentara AS di Irak berhasil membunuh Abu Hamza al-Mohajir. Dalam waktu sekitar sepuluh hari, Dewan Syuro menyelenggarakan pertemuan untuk memilih Abu Bakr al-Baghdadi sebagai pengganti kepemimpinan Daulah Iraq Islamiyah.


 Hal ini yang saat ini coba dilakukan oleh ISIS.Diceritakan oleh Aguk, kisah ISIS bermula pada tahun 2003. Tahun itu, AS menginvasi Irak karena negara itu dituduh terkait dengan kegiatan terorisme dan punya senjata pemusnah massal. Ketika itu, Saddam Hussein adalah penguasa Irak. Saddam merupakan bagian dari golongan minoritas Sunni (sekitar 20 persen dari populasi) yang merepresi mayoritas Syiah (63 persen dari populasi).“AS menaklukkan Irak dengan cepat. Namun, AS tidak punya rencana untuk Irak. Sejak itu, kaum mayoritas Syiah mengambil alih kekuasaan dan pada gilirannya merepresi golongan Sunni. Tentu saja kalangan Sunni tidak diam saja,” cerita pria yang pernah menulis buku dengan judul Agama Tanpa Cinta ( Dibalik Fatwa Jihad Imam Samudra) tersebut.

Kemudian muncul pemberontakan dari golongan Suni yang tersisa di Irak. Salah satu pemberontakan tersebut di bawah pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi. Irak pun jatuh dalam perang saudara berdarah tahun 2006. Sejak itu, warga Irak terbelah berdasarkan agama, Sunni yang umumnya tinggal di utara dan Syiah yang umumnya di selatan.
Kemudian pada tahun 2010 muncul gejolak di Suriah dan terjadi perang saudara di Suriah. Semakin lama perang itu berlangsung, semakin banyak kelompok-kelompok milisi asing bergabung dalam peperangan itu. Kebanyakan dari mereka datang karena alasan agama. Mereka bertujuan dapat mendirikan sebuah negara Islam di kawasan itu, salah satunya adalah Abu Bakr al-Baghdadi. Dia memanfaatkan situasi yang berlangsung di Suriah untuk mendirikan negara Islam di kedua negara tersebut. “Dari latar belakang tersebut, sebenarnya ISIS muncul dari isu politik lokal, tetapi mereka mengambil simpati dari umat Islam seluruh dunia, sehingga isu ISIS ini bisa menjadi sedemikian besarnya,” kata Aguk. Saat ini, Abu Bakr al-Baghdadi tidak hanya mengupayakan merdekanya Irak dan Suriah, dia saat ini memiliki cita-cita untuk menegakan khilafah islamiyah. 
 “Konsep Khilafah Islamiyah ini tidak mengenal batas teritorial, yang menjadi batas hanyalah keimanan dan keyakinan seseorang. Jadi Abu Bakr al-Baghdadi ingin menyatukan seluruh dunia dalam satu pemerintahan yang berdasarkan aturan Islam,” ungkap Aguk. Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya bergama Islam dan jumlahnya terbesar di dunia, maka besar kemungkinan Indonesai menjadi target dari ISIS dalam upayanya menegakan khilafah tersebut. “Jika kita melihat dokumen yang dikeluarkan ISIS ada beberapa poin yang itu harus di ikuti oleh pengikutnya, seperti mengibarkan bendera ISIS yang berkalimat sahadat, setiap orang yang sudah dibait wajib membentuk bataliyon, dan siap mati demi tegaknya khilafah. Dan bagi siapa saja membiarkan negara dalam hukum kafir dia adalaha bagian dari orang kafir,” jelas Aguk.
Doktrin-doktrin yang dikelaurkan oleh ISIS tersebut dapat memicu tindakan radikal dari sekelompok masyarakat Indonesia yang merasa sejalan dengan gerakan ISIS tersebut. Menurut Aguk, Islam harus dipelajari dengan beberapa pendekatan, seperti pendekatan budaya dan kemanusiaan. “Jika Islam hanya dipelajari berdasarkan fikih dan tekstual semata, akan memunculkan pemahaman yang radikal. Jika mempelajari Islam dengan pendekatan budaya, maka akan muncul ajaran Islam yang berbudaya,” ujarnya . Yogyakarta sebagai wilayah yang memiliki keterbukaan yang sangat tinggi terhadap kelompok orang maupu paham baru, rentan menjadi daerah yang dijadikan basis gerakan ISIS. Berdasarkan penjelasan Aguk, dari pengalaman munculnya gerakan radikal Islam di Indonesia, Yogyakarta dan Solo dikenal sebagai basisnya.
''Diolah dari berbagai sumber

0 komentar:

Posting Komentar